Orang Samin

Ajaran Samin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ajaran Samin (Saminisme) yang disebarkan oleh Samin Surosentiko (1859-1914), adalah sebuah konsep penolakan terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan terhadap kapitalisme yang muncul pada masa penjajahan Belanda abad ke-19 di Indonesia. Sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah dan digunakan untuk perluasan hutan jati.

Asal ajaran Saminisme

Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang.Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri.

Tokoh perintis ajaran Samin

Tulisan ini merupakan salah satu dari teks historis-sosiologis yang mencoba disuguhkan untuk mengenal suatu masyarakat secara komprehensif dan mendalam. Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang masyarakat samin meliputi; ide terbentuknya masyarakat samin, tiga unsur gerakan Saminisme, masa kepemimpinannya, sumber ajaran Samin, daerah persebaran ajaran Samin, sebab perlawaan orang Samin, pandangan orang Samin terhadap pemimpinnya, potret pemuka masyarakat Samin saat ini, bahasa yang digunakan, kepribadian orang Samin, rites perkawinan orang Samin, pandangan orang Samin pada sebuah nasib, identitas pakaiannya, perkembangan kepercayaannya, dan strategi politik orang Samin.
Tulisam ini diharapkan menjadi suguhan kepada pembaca secara berbeda, karena sampai saat ini masih kentalnya pengetahuan masyarakat akan Orang Samin tidak beda dengan masyarakat yang terbelakang, terisolir dan anti kemajuan. Karena penulis khawatir dari kesekian kalinya kekerasan pada pemeluk aliran kepercayaan sering dipertontontan, dan sangat mungkin terjadi pada pada entitas masyarakat samin.
Tulisan ini merujuk dari berbagai sumber, termasuk buah tangan Sastroatmodjo (2003), film dokumenter mas Arto di Studio 12 Ungaran, dan hasil diskusi hasil KKL (Kuliah Kerja Lapangan) pada saat duduk di bangku kuliah di Program Studi Pendidikan Sosiologi & Antropologi Unnes.
Otak intelektual gerakan Saminisme adalah Raden Surowijoyo. Pengetahuan intelektual Kyai Samin ini di dapat dari ayahanda, yaitu anak dari pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, yaitu kawasan distrik pada kabupaten Tulungagung Jawatimur). Lelaki kelahiran tahun 1859 di Ploso ini sejak dini dijejali dengan pandangan-pandangan viguratif pewayangan yang mengagungkan tapabrata, gemar prihatin, suka mengalah (demi kemenangan akhir) dan mencintai keadilan. Beranjak dewasa, dia terpukul melihat realitas yang terjadi, dimana banyaknya nasib rakyat yang sengsara, dimana Belanda pada saat itu sangat rajin melakukan privatisasi hutan jati dan mewajibkan rakyat untuk membayar pajak. Pada saat itulah, Raden Surowijoyo melakukan perampokan pada keluarga kaya dan hasilnya dibagi-bagi kepada fakir miskin. Dia juga menghimpun para brandalan di Rajegwesi dan Kanner yang dikemudian hari menyusahkan pihak Gupermen. Pada saat itulah, Kyai keturunan bangsawan ini dikenal oleh masyarkat kecil dengan sebutan Kyai Samin yang berasal dari kata “sami-sami amin” yang artinya rakyat sama-sama setuju ketika Raden Surawijoyo melakukan langkah membrandalkan diri untuk membiayai pembangunan unit masyarakat miskin. Kyai Samin Surosantiko tidak hanya melakukan gerakan agresif revolusioner, dia juga melakukan ekspansi gagasan dan pengetahuan sebagai bentuk pendekatan transintelektual kaum tertindas (petani rakyat jelata) dengan cara ceramah dipendopo-pendopo pemerintahan desa. Isi dari ceramah ini yaitu keinginan membangun kerajaan Amartapura. Adapun pesan substantif yang didengung-dengungkan yaitu meliputi; jatmiko (bijaksana) dalam kehendak, ibadah, mawas diri, mengatasi bencana alam dan jatmiko selalu berpegangan akan budi pekerti.
Namun akhir pergerakan dari Kyai Samin Surosantiko di cekal oleh Belanda dan dibuang di Tanah Lunto pada tahun 1914, yang belum sempat mengaktualisasikan seluruh ide-idenya. Bukan hanya otak pergerakannya, bahkan kitab orang Samin yang ditulisnya juga di sita yang berjudul Serat Jamus Kalimasada, demikian pula dengan kitab-kitab pandom kehidupan orang-orang Samin. Kyai Samin Surosantiko merupakan generasi Samin Anom yang melanjutkan gerakan dari sang Ayah yang disebut sebagai Samin Sepuh. Sehingga masa kepemimpinannya, ajaran Saminisme terbagai dalam dua sekte, yaitu sekte Samin Sepuh dan sekte Samin Anom. Siklus kepemimpinan ini secara mati-matian berusaha menciptakan masyarakat yang bersahaja lahir dan batin. Kyai Samin memiliki sikap puritan, dia bukanlah petani biasa, namun dia adalah cucu dari seorang pangeran. Kyai Samin adalah orang yang gigih dalam menggoreskan kalam untuk membagun insan kamil dengan latar belakang ekonomi yang mapan.
Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang system feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.
Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma. Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.
Daerah persebaran ajaran Samin menurut Sastroatmodjo (2003) diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan). Ajaran di beberapa daerah ini merupakan sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan kekuatan batiniah guna menguasai hawa nafsu.
Sebab perlawaan orang Samin sebenarnya merefleksikan kejengkelan penguasa pribumi setempat dalam menjalankan pemerintahan di Randublatung. Tindakan perlawanan ini dalam bentuk gerakan mogok membayar pajak, mengambil pohon kayu di hutan semaunya, bepergian tanpa membayar karcis kereta dan sebagainya. Perbuatan di atas membuat Belanda geram dan meyinggung banyak pihak yang menimbulkan kontradiksi yang tak kunjung padam dan membara.
Pandangan orang Samin terhadap pemimpinnya sampai saat ini masih mengakui bahwa Kyai Samin tidak pernah mati, Kyai Samin hanya mokhsa yang menjadi penghuni kaswargan. Tokoh ini dimitoskan secara fanantik, bahkan pada momentum perayaan upacara rasulan dan mauludan sebagai ajang untuk mengenang kepahlawanan Kyai Samin. Setiap pemuka masyarakat Samin selalu berbegangan sejenis primbon (kepek) yang mengatur kehidupan luas, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan, tata pergaulan muda-mudi, remaja, dewasa dan antarwarga Samin .
Bahasa yang digunakan oleh orang Samin yaitu bahasa kawi yang ditambah dengan dialek setempat, yaitu bahasa kawi desa kasar. Orang Samin memiliki kepribadian yang polos dan jujur hal ini dapat dilihat setiap ada tamu yang datang, orang Samin selalu menyuguhkan makanan yang dimilikidan tidak pernah minyimpan makanan yang dimilikinya. Pengatahuan orang Samin terhadap rites perkawinan adalah unik, mereka menganggap bahwa dengan melalui rites perkawinan, mereka dapat belajar ilmu kasunyatan (kajian realistis) yang selalu menekankan pada dalih kemanusiaan, rasa sosial dan kekeluargaan dan tanggung jawab sosial. Orang Samin percaya dalam menuju kemajuan harus dilalui dengan marangkak lambat. Hal ini dapat dilihat dengan perilaku menolak mesin seperti traktor, huller dan lain-lain. Pakaian yang digunakan orang Samin adalah kain dengan dominasi warna hitam dengan bahan yang terbuat dari kain kasar.
Suku Samin juga mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan dan tata cara hidup. Kawasan daerah Pati dan Brebes, terdapat sempalan Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin Anyar yang telah meninggalkan tatacara hidup Samin dahulu. Selain itu, di Klapa Duwur (Blora) Purwosari (Cepu), dan Mentora (Tuban) dikenal wong sikep, mereka ini dulunya fanatik, tapi kini meninggalkan arahan dasar dan memilih agama formal, yakni Budha-Dharma.
Beberapa pikiran orang Samin diantaranya; menguasai adanya kekuasaan tertinggi (sang Hyang Adi budha), ramah dan belas kasih terhadap sesama mahluk, tidak terikat kepada barang-barang dunia-kegembiraan-dan kesejahteraan, serta memelihara keseimbangan batin dikalangan antar warga. Orang Samin dengan jelas mencita-citakan membangun negara asli pribumi, yang bebas dari campur tangan orang kulit putih, tiada dominasi barat satupun. Ajaran politik yang dikenakan pada suku Samin yaitu cinta dan setia kepada amanat leluhur, kearifan tua, cinta dan hormat akan pemerintahan yang dianggap sebagai orang tua dan sesepuh rohani, hormat dan setia pada dunia intelektual.
Dengan suguhan tulisan ini, diharapkan wawasan dan pengetahuan saya dan pembaca semuanya lebih terbuka serta kemudian mampu bersikap bijak dan arif dalam memandang sebuah reailtas yang ada.

Daerah penyebaran dan para pengikut ajaran Samin

Tersebar pertamakali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang.
Dua tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah [[Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.

Wong Sikep

Orang-orang Samin sebenarnya kurang suka dengan sebutan “Wong Samin” sebab sebutan tersebut mengandung arti tidak terpuji yaitu dianggap sekelompok orang yang tidak mau membayar pajak, sering membantah dan menyangkal aturan yang telah ditetapkan sering keluar masuk penjara, sering mencuri kayu jati dan perkawinannya tidak dilaksanakan menurut hukum Islam. Para pengikut Saminisme lebih suka disebut “Wong Sikep”, artinya orang yang bertanggung jawab sebutan untuk orang yang berkonotasi baik dan jujur.
Konsep ajaran Samin
Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran:
• tidak bersekolah,
• tidak memakai peci, tapi memakai "iket", yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa dahulu,
• tidak berpoligami,
• tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut,
• tidak berdagang.
• penolakan terhadap kapitalisme.
Konsep Ajaran Masyarakat Samin masuk dalam kategori Budaya Masyarakat Samin : Keseimbangan , Harmonisi , Kesetaraan Keadilan. Adalah prinsip dan falsafah hidup Masy Samin tetap diyakini sampai saat ini Tahun 2006 . Dengan Tradisi Lisan menjaga Budaya dan Tradisi Lisan kepada generasi dan keturunan tingkat ke 4 adalah suatu hal yang perlu mendaatkan penelitian, yang berlanjut kepada pengakuan akan keberadaan Masayarakat Samin yang mempunyai kekhasan dalam bersikap dan bertindak. Masyarakat statis menjaga tradisi untuk kelanggengan keyakinan.

Pokok-pokok ajaran Saminisme

Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
• Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.
• Jangan menggangu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan suka mengambil milik orang.
• Bersikap sabar dan jangan sombong.
• Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
• Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

Kitab Suci Orang Samin

Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci"' itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa.
Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni."

Riwayat hidup Samin

Samin Surosentiko lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau Samin Sepuh. Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko sebab Samin adalah sebuah nama yang bernafas wong cilik. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada 1802-1826.
Pada 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak yang tertarik dan dalam waktu singkat sudah banyak orang menjadi pengikutnya. Saat itu pemerintah Kolonial Belanda menganggap sepi ajaran tersebut. Cuma dianggap sebagai ajaran kebatinan atau agama baru yang remeh temeh belaka.
Pada 1903 residen Rembang melaporkan terdapat 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34 desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Pada 1907, pengikut Samin sudah berjumlah sekitar 5000 orang. Pemerintah mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.
Pada 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian 40 hari sesudah menjadi Ratu Adil itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh asisten Wedana Randublatung, Raden Pranolo. Beserta delapan pengikutnya, Samin lalu dibuang ke luar Jawa (ke kota Padang, Sumatra Barat), dan meninggal di Padang pada 1914.
Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada 1908, Wongsorejo, salah satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya di Madiun, mengajak orang-orang desa untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.
Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di Grobogan. Karsiyah menyebarkan ajaran Samin di kawasan Kajen, Pati. Perkembangannya kemudian tidak jelas.
Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, namun gagal.
Puncak penyebaran gerakan Samin terjadi pada 1914. Pemerintah Belanda menaikkan pajak. Disambut oleh para pengikut Samin dengan pembangkangan dan penolakan dengan cara-cara unik. Misalnya, dengan cara menunjukkan uang pada petugas pajak, "Iki duwite sopo?" (bahasa Jawa: Ini uangnya siapa?), dan ketika sang petugas menjawab, "Yo duwitmu" (bahasa Jawa: Ya uang kamu), maka pengikut Samin akan segera memasukkan uang itu ke sakunya sendiri. Singkat kata, orang-orang Samin misalnya di daerah Purwodadi dan di Balerejo, Madiun, sudah tidak lagi menghormati pamong Desa, polisi, dan aparat pemerintah yang lain.
Dalam masa itu, di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga mengejek dan memandang para aparat desa dan polisi sebagai badut-badut belaka.
Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah, dengan tidak mau membayar pajak. Karena itu, teror dan penangkapan makin gencar dilakukan pemerintah Belanda terhadap para pengikut Samin.
Pada tahun 1914 ini akhirnya Samin meninggal dalam pengasingannya di Sumatra Barat. Namun teror terus dilanjutkan oleh pemerintah Belanda terhadap pengikut Samin. Akibat teror ini, sekitar tahun 1930-an, perlawanan gerakan Samin terhadap pemerintah kolonial menguap dan terhenti.
Sikap Orang Samin
Walaupun masa penjajahan Belanda dan Jepang telah berakhir, orang Samin tetap menilai pemerintah Indonesia saat itu tidak jujur. oleh karenanya, ketika menikah, mereka tidak mencatatkan dirinya baik di Kantor Urusan Agama/(KUA) atau di catatan sipil.
Secara umum, perilaku orang Samin/ 'Sikep' sangat jujur dan polos tetapi kritis.
Bahasa Orang Samin
Mereka tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.
Pakaian Orang Samin
Pakaian orang Samin biasanya terdiri baju lengan panjang tidak memakai krah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.
Sistem kekerabatan
Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek.
Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.
Pernikahan bagi orang Samin
Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak yang mulia).
Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.
Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin.
Ajaran perihal Perkawinan dalam tembang Pangkur orang Samin adalah sebagai berikut (dalam Bahasa Jawa):

Basa Jawa Terjemahan
“Saha malih dadya garan, "Maka yang dijadikan pedoman,
anggegulang gelunganing pembudi, untuk melatih budi yang ditata,
palakrama nguwoh mangun, pernikahan yang berhasilkan bentuk,
memangun traping widya, membangun penerapan ilmu,
kasampar kasandhung dugi prayogântuk, terserempet, tersandung sampai kebajikan yang dicapai,
ambudya atmaja 'tama, bercita-cita menjadi anak yang mulia,
mugi-mugi dadi kanthi.” mudah-mudahan menjadi tuntunan."

Sikap terhadap lingkungan

Pandangan masyarakat Samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
Pemukiman
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah.

Upacara dan tradisi

Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
Masyarakat Samin saat ini
Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh kemajuan jaman juga mempengaruhi mereka. Misalnya pemakaian traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat-alat rumah tangga dari plastik, aluminium dan lain nya. Yang diharapkan tidak hilang terpupus zaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal yang telah ada pada masyarakat Samin tersebut, misal kejujuran dan kearifannya dalam memakai alam, semangat gotong royong dan saling menolong yang masih tinggi.

Referensi
• Judul Buku : Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa Tengah
• Penulis : Dra. Titi Mumfangati, dkk
• Penerbit : Jarahnitra, 2004, Yogyakarta
• Halaman : xiii + 164
astroatmodjo (2003) film dokumenter mas Arto di Studio 12 Ungaran hasil diskusi hasil KKL (Kuliah Kerja Lapangan) pada saat duduk di bangku kuliah di Program Studi Pendidikan Sosiologi & Antropologi Unnes

kiri

Marxisme
Karl Marx

Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan dari Karl Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial dan sistem politik. Teori ini merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam dengan upah minimum sementara hasil keringat mereka dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dab penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang kaya. Untuk mensejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Itulah dasar dari marxisme.

Anarkisme dan Marxisme

Saat komunisme anarkis dan Marxisme[1] adalah dua filsafat politik yang berbeda, terdapat beberapa kemiripan antara metodologi dan ideologi yang dikembangkan oleh beberapa anarkis dan Marxis, bahkan sejarah keduanya juga saling beririsan. Keduanya berbagi tujuan-tujuan jangka panjang yang serupa (komunisme tanpa negara), musuh politik yang sama (konservatif dan elemen-elemen sayap kanan), melawan target-target struktural yang sama (kapitalisme dan pemerintahan yang eksis saat ini). Banyak Marxis telah turut berpartisipasi dengan sepenuh hati dalam revolusi-revolusi anarkis, dan banyak anarkis yang juga berlaku demikian dalam revolusi-revolusi Marxis. Tetapi bagaimanapun juga, anarkisme dan Marxisme tetap menyimpan saling ketidaksetujuan yang kuat atas beberapa isu, termasuk di dalamnya peran alamiah negara, struktur kelas dalam masyarakat dan metoda materialisme historis. Dan selain bentuk kerjasama, terjadi juga konflik-konflik berdarah antara para anarkis dan Marxis, seperti yang terjadi dalam represi-represi yang dijalankan oleh para pendukung Uni Soviet melawan para anarkis.

Argumen-Argumen Seputar Isu Negara

Para ahli ilmu-ilmu politik modern pada umumnya mendefinisikan "negara" sebagai sebuah institusi yang tersentralisir, hirarkis dan berkuasa yang mengembangkan sebuah monopoli atas penggunaan kekuasaan fisik yang terlegitimasi, tak beranjak dari definisi yang awalnya diajukan oleh seorang sosiologis Jerman, Max Weber, dalam esai tahun 1918-nya, Politik-Politik Sebagai sebuah Lapangan Pekerjaan. Definisi ini diterima oleh nyaris semua mazhab-mazhab pemikiran politik modern selain Marxisme, termasuk di dalamnya anarkisme. Marxisme memiliki definisi yang unik tentang negara: negara adalah sebuah organ represi kelas yang satu atas kelas yang lain. Bagi para Marxis, setiap negara secara intrinsik adalah sebuah kediktatoran kelas yang satu atas kelas lainnya. Dengan demikian, dalam teori Marxis dipahami bahwa lenyapnya kelas akan berbarengan dengan lenyapnya negara.
Bagaimanapun juga, tetap terdapat pertemuan di antara kedua kubu. Para anarkis percaya bahwa setiap negara secara tak terelakkan akan didominasi oleh elit-elit politik dan ekonomi, yang dengan demikian secara efektif menjadi sebuah organ dominasi politik. Dari sudut yang berbeda, para Marxis percaya bahwa represi kelas yang berhasil selalu mengikutsertakan kapasitas kekerasan yang superior, dan bahwa seluruh masyarakat selain sosialisme dikuasai oleh sebuah kelas minoritas, maka dalam teori Marxis semua negara non-sosialis akan memiliki karakter negara seperti yang diyakini oleh para anarkis.

Proses Transisi

Teori tentang negara menentukan secara langsung pertanyaan praksis tentang bagaimana transisi menuju masyarakat tanpa negara yang diidam-idamkan baik oleh para anarkis maupun Marxis tersebut mengambil bentuknya.
Kaum Marxis percaya bahwa sebuah transisi yang berhasil menuju komunisme, yang jelas berarti masyarakat tanpa negara, akan membutuhkan sebuah represi atas para kapitalis yang apabila dibiarkan tentu akan membangun kembali kekuatannya, dan akan dibutuhkan juga eksistensi negara dalam sebuah bentuk yang dikontrol oleh para pekerjanya. Kaum anarkis menentang "negara pekerja" yang diadvokasikan oleh para Marxis sebagai sesuatu yang tidak logis semenjak sesegera sebuah kelompok mulai memerintah melalui aparatus negara, maka mereka akan berhenti menjadi pekerja (apabila sebelumnya mereka adalah pekerja) dan dengan demikian akan segera bertransformasi menjadi penindas baru. Kaum anarkis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada Uni Soviet yang berkarakter anti demokrasi serta berbagai negara "Marxis" lain, sementara para Marxis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada kehancuran revolusi-revolusi yang dipimpin para anarkis semacam dalam Revolusi Meksiko 1910 dan Perang Saudara Spanyol.
Dengan demikian, kaum anarkis berusaha untuk "menghancurkan" negara yang eksis saat ini, serta segera menggantikannya dengan konsil-konsil pekerja, sindikat-sindikat atau berbagai metoda organisasional yang desentralis dan non-hirarkis. Kaum Marxis secara kontras, justru berusaha "merebut kekuasaan", yang berarti secara gradual mengambil alih negara borjuis yang eksis saat ini, atau menghancurkan negara yang eksis saat ini melalui sebuah revolusi dan menggantinya dengan sebuah negara baru yang tersentralisir (Leninisme, Trotskyisme, Maoisme) atau melalui sebuah sistem konsil pekerja (Komunisme Konsilis, Marxisme Otonomis).
Posisi kaum Marxis melebur ke dalam anarkisme pada akhir spektrumnya, karena kaum anarkis juga saling tidak setuju di antara mereka sendiri tentang bagaimana sebuah sistem konsil pekerja yang demokratis dan memonopoli kekerasan akan dapat dianggap sebagai sebuah struktur negara atau tidak, sementara kaum Marxis bertengkar di antara mereka sendiri sebagian besarnya atas bentuk kediktatoran proletariat.

Partai Politik

Isu perebutan negara mengarah pada isu tentang keberadaan partai politik, yang juga memisahkan jalan antara kaum anarkis dan Marxis. Kebanyakan kaum Marxis melihat partai politik sebagai sesuatu yang berguna atau bahkan dibutuhkan untuk merebut kekuasaan negara, semenjak mereka kebanyakan melihat bahwa sebuah upaya yang terkoordinasi dan tersentralisirlah yang akan mampu mengalahkan kelas kapitalis dan negara, serta memapankan sebuah badan koordinasi yang mampu mempertahankan revolusi. Partai politik juga menjadi sentral perjuangan semenjak mayoritas kaum Marxis percaya bahwa kesadaran kelas harus disuntikkan ke dalam kelas pekerja, yang seringkali harus dilakukan oleh mereka yang berada di luar kelas tersebut. Tapi bagaimanapun juga, kaum Marxis saling berbeda pendapat tentang apakah sebuah partai revolusioner harus turut serta dalam sebuah pemilu borjuis atau tidak, peran apa yang harus dijalankan pasca revolusi, dan bagaimana ia harus diorganisir. Di sisi lain, para anarkis umumnya menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, menolak membentuk sebuah partai politik, semenjak mereka melihat struktur organisasinya yang hirarkis sebagai sebuah kedenderungan otoritarian dan menindas, walaupun toh kebanyakan kaum anarkis juga tak mampu menjawab tentang bagaimana sebuah kesadaran revolusioner dapat dibangkitkan tanpa keberadaan kekuatan kelompok-kelompok pelopor, yang bagi kaum Marxis terwujud melalui partai politik. Bagaimanapun juga perdebatan dan berbagai perbedaan saling berhadap-hadapan, banyak dari mereka, para anarkis, mengorganisir secara politis berdasarkan pada sistem demokrasi langsung dan federalisme dalam upayanya untuk berpartisipasi secara lebih efektif di tengah perjuangan popular dan mendorong rakyat menuju revolusi sosial (dengan memberikan contoh).

Kekerasan dan Revolusi


Pertanyaan praksis lainnya yang berhubungan dekat dengan teori negara adalah kapan dan sebesar apa kekerasan dapat diterima dalam upayanya untuk meraih kemenangan dalam sebuah revolusi. Para anarkis berargumen bahwa seluruh bentuk negara adalah sesuatu yang tak dapat dilegitimasi lagi karena semuanya bergantung pada kekerasan yang sistematis, dan sementara sebagian dari para anarkis dapat membenarkan saat kekerasan berskala kecil atau pembunuhan terarah atas elit-elit dilakukan berdasarkan atas kebutuhan dalam beberapa kasus (misalnya kampanye "Propaganda by the Deeds"), kekerasan massal melawan rakyat biasa—sebagaimana yang dipraktekkan oleh Lenin dan Trotsky dalam menumpas pemberontakan Kronstadt dan Makhnovis, oleh Stalin dalam "Pembersihan Besar-Besaran" atau oleh Mao selama "Revolusi Kultural", tak akan pernah dapat diterima dan dibenarkan. Kebanyakan kaum Marxis berargumen bahwa kekerasan berskala besar dapat dibenarkan dan dengan demikian "perang keadilan" adalah sesuatu yang mungkin, setidaknya dalam lingkup terbatas dari pertahanan diri secara kolektif, misalnya dalam melawan sebuah kudeta atau invasi imperialis. Beberapa lainnya (khususnya para Stalinis) berargumen lebih jauh, bahwa tujuan dapat menghalalkan cara, sehingga dalam teorinya, sejumlah apapun kekerasan dan pertumpahan darah akan dapat dibenarkan dalam upayanya untuk menuju komunisme.

Argumen-Argumen Seputar Isu Kelas

Analisa-analisa kelas baik dari kaum Marxis ataupun anarkis berdasarkan pada ide bahwa masyarakat terbagi ke dalam berbagai macam "kelas-kelas" yang berbeda, masing-masing memiliki kepentingan yang juga berbeda tergantung pada kondisi materialnya. Kelas-kelas tersebut juga berbeda, bagaimanapun juga, dalam soal di mana mereka menarik garis pemisah di antara mereka.
Bagi kaum Marxis, dua kelas yang paling relevan adalah "borjuis" (pemilik alat produksi dan tidak bekerja) dan proletariat (mereka yang tak memiliki alat produksi dan harus bekerja oleh karenanya). Marx percaya bahwa kondisi-kondisi pekerja industri yang unik serta menyejarah akan mendorong mereka untuk mengorganisir diri mereka bersama-sama untuk kemudian mengambil alih peran negara dan alat-alat produksinya dari kelas borjuis, mengkolektivisasinya, serta menciptakan sebuah masyarakat tanpa kelas yang diselenggarakan oleh para proletariat sendiri. Mayoritas para Marxis, merujuk pada analisa-analisa Karl Marx sendiri, mengesampingkan para petani, pemilik alat produksi kecil "borjuis kecil" dan lumpen proletariat—level terendah dari proletariat, yang biasanya menganggur, miskin, tidak memiliki kemampuan kerja, kriminal dan karakteristik mereka yang paling sering ditemui adalah ketiadaan kesadaran kelas—sebagai kelompok-kelompok yang tak akan mampu menciptakan revolusi.
Analisa kelas kaum anarkis telah mendahului Marxisme dan berkontradiksi dengannya. Kaum anarkis berargumen bahwa bukanlah kelas penguasa secara keseluruhan yang sesungguhnya mengatur jalannya negara, melainkan sekelompok minoritas yang menjadi bagian di dalam kelas penguasa (yang dengan demikian juga mempertahankan kepentingannya), memiliki fokus-fokus mereka sendiri, di antaranya yaitu mempertahankan kekuasaan. Sekelompok minoritas revolusioner yang mengambil alih kekuasaan negara dan memaksakan keinginannya pada rakyat berarti juga tidak berbeda dengan otoritarianisme sekelompok kecil penguasa dalam sistem kapitalisme, yang tentu juga akan segera bertransformasi menjadi sebuah kelas penguasa baru. Hal ini telah diprediksikan oleh Bakunin jauh sebelum revolusi Oktober di Russia terjadi.
Selain itu, para anarkis juga melihat bahwa sebuah revolusi yang sukses tak akan pernah dapat lepas dari dukungan para petani, dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan melakukan redistribusi lahan di antara para petani tak bertanah. Dengan demikian jelas bahwa kaum anarkis menolak kepemilikan tanah oleh negara, serta mereka menganggap bahwa kolektivisasi sukarela jauh lebih efisien dan layak didukung (berdasarkan pada kasus perang saudara Spanyol 1936 di mana para anarkis mempopulerkan kolektivisasi lahan, sementara mereka yang sebelumnya telah memiliki lahan sendiri diperbolehkan untuk tetap memilikinya tetapi dilarang menyewa tenaga kerja untuk mengolah lahan tersebut).
Beberapa anarkis modern (khususnya para pendukung parekon—ekonomi partisipatif) berargumen bahwa kini terdapat tiga kelas yang relevan bagi sebuah perubahan sosial, bukan hanya dua. Secara kasar, mereka adalah kelas pekerja (termasuk di dalamnya setiap orang yang menggunakan tenaga kerjanya dalam memproduksi atau mendistribusikan produk termasuk mereka dalam industri jasa), kelas koordinator (mereka yang pekerjaannya adalah mengkoordinasikan dan memanajemeni para pekerja) dan kaum elit atau kelas pemilik (yang mana pendapatannya diambil atas kemakmuran dan sumber daya). Para anarkis ini menyatakan dengan tegas bahwa Marxisme telah gagal dan akan selalu gagal, karena ia menciptakan sebuah kediktatoran melalui kelas-kelas koordinator dan karenanya juga "kediktatoran proletariat" secara logis menjadi tak mungkin.
Perbedaan-perbedaan inti tersebut kemudian memunculkan fakta bahwa para anarkis tidak membeda-bedakan petani, lumpen dan proletariat, melainkan mereka mendefinisikan bahwa mereka yang harus bekerja untuk bertahan hidup adalah kelas pekerja (walaupun terdapat berbagai perbedaan politik dari berbagai sektor sosial yang berbeda dalam kelas pekerja).
Selanjutnya, analisa kelas Marxian memiliki konsekuensi tentang bagaimana kaum Marxis memandang gerakan-gerakan pembebasan seperti gerakan perempuan, gerakan masyarakat adat, gerakan minoritas etnis dan gerakan homoseksual. Kaum Marxis mendukung beberapa gerakan pembebasan, tidak hanya karena gerakan tersebut memang harus didukung atas tuntutan dan programnya, melainkan karena gerakan-gerakan tersebut dibutuhkan bagi sebuah revolusi kelas pekerja yang tak akan dapat berhasil tanpa persatuan. Bagaimanapun juga, kaum Marxis percaya bahwa seluruh upaya rakyat yang tertindas dalam membebaskan dirinya sendiri akan gagal kecuali mereka mengorganisir diri dalam garis kelasnya, karena para borjuis yang terdapat dalam setiap gerakan tersebut dalam titik tertentu akan mengkhianati perjuangan, dan di bawah kapitalisme, kekuasaan sosial terpusat pada siapa yang menguasai alat produksi.
Para anarkis mengkritik kaum Marxis karena terlalu memberi prioritas pada perjuangan kelas. Mereka menjelaskan bahwa perubahan arah sejarah, perjuangan antara mereka yang tertindas dan menindas, beroperasi dengan dinamikanya sendiri. Para anarkis melihat gerakan pembebasan rakyat tertindas secara fundamental dapat dilegitimasi, tak peduli apakah itu gerakan proletariat, gerakan petani, atau apapun, tanpa merasa perlu untuk mengkotakkan mereka dalam sebuah skema gerakan khusus bagi revolusi. Walaupun demikian, banyak juga anarkis yang percaya bahwa perjuangan isu tunggal hanya akan membatasi ruang pandang dan gerak, dan karenanya harus selalu melihat sebuah perjuangan dalam kerangka perjuangan yang lebih besar (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Marxis).

Argumen-Argumen Seputar Metoda Materialisme Historis

Marxisme menggunakan sebuah bentuk analisa perkembangan masyarakat manusia yang disebut "materialisme historis". Analisa ini menempatkan ide bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia material yang terdeterminasi, dan aksi untuk mengubah dunia terdapat dalam batas-batas apa yang memang dapat dicapai sesuai dengan alur kesejarahan. Secara lebih spesifik, relasi produksi yang menjadi basis fundamental sistem ekonomi adalah alat penentu gerak sejarah. Yang menggaris bawahi proses tersebut adalah adanya ide tentang kontradiksi dan pertentangan antar kelas yang secara alamiah membentuk serta menggerakkan kemajuan sosial.
Marx mengambil formulasi materialisme historis ini dari sistem filsafat dialektika Hegel. Metoda ini bekerja melalui asumsi bahwa setiap fenomena alam hanya dapat didefinisikan dengan cara mengkontraskannya dengan fenomena lain. Marx dan Engels berargumen bahwa metoda tersebut dapat diaplikasikan pada masyarakat manusia dalam bentuk materialisme historis, sehingga kelas-kelas masyarakat yang ada dapat dipelajari dengan menggunakan kontradiksinya, misalnya, karakteristik majikan hanya dapat dipahami apabila dikontraskan dengan karakteristik pekerja.
Sementara mayoritas para anarkis, menggunakan berbagai macam alat analisa sosial, walaupun sebagian anarkis lain melihat materialisme historis ini sangat efektif untuk digunakan sebagai pisau analisa mereka dan melihatnya sebagai sebuah titik pemersatu dalam sebuah perjuangan kelas. Mayoritas anarkis, bahkan juga menganggap bahwa materialisme historis adalah sebuah ilmu palsu yang tak dapat dibuktikan secara universal. Mereka juga menganggap bahwa metoda ini hanya akan mendehumanisasikan analisa-analisa sosial politik dan jelas karenanya menjadi tidak layak digunakan sebagai sebuah metodologi universal.

Determinisme

Sebuah interpretasi yang simpel dari materialisme historis menyatakan bahwa apabila memang Marxisme benar tentang kelas-kelas yang saling berkontradiksi di bawah beroperasinya sistem kapitalisme, maka sebuah revolusi kelas pekerja tak akan terelakkan lagi. Beberapa Marxis, khususnya mereka para pemimpin Internasional Kedua, meyakini hal ini. Bagaimanapun juga, tingkat di mana revolusi harus dilakukan oleh mereka yang telah sadar akan posisi kelasnya, menjadi sebuah perdebatan tersendiri di kalangan kaum Marxis, yang mana sebagian berpendapat bahwa pernyataan Karl Marx yang terkenal, "Aku bukan seorang Marxis", adalah sebuah penolakan konsep determinisme. Perdebatan ini diperdalam dengan terjadinya Perang Dunia I, saat partai-partai sosial demokrat dari Internasional Kedua mendukung upaya-upaya negara untuk terlibat di dalam perang. Sementara di sisi lain, para Marxis yang menjadi oposisi perang, seperti Rosa Luxemburg, menyalahkan Internasional Kedua sebagai sebuah "pengkhianatan" atas doktrin sosialisme yang pada gilirannya dianggap hanya berupaya untuk mereformasi negara kapitalis.
Sementara sebagaimana mayoritas anarkis menolak metoda dialektika historis materialis, para anarkis tersebut juga tidak memiliki klaim tentang bagaimana sebuah revolusi akan terjadi. Mereka melihat bahwa revolusi dapat terjadi hanya apabila memang masyarakat menghendakinya.

Kode Etik PPMI

1. Pers mahasiswa mengutamakan idealisme.
2. Pers mahasiswa menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
3. Pers mahasiswa proaktif dalam usaha mencerdaskan bangsa, membangun demokrasi dan mengutamakan kepentingan rakyat.
4. Pers mahasiswa dengan penuh rasa tanggung jawab menghormati, memenuhi dan menjunjung tinggi hak rakyat untuk memperoleh informasi yang benar dan jelas.
5. Pers mahasiswa harus menghindari pemberitaan diskriminasi yang berbau sara.
6. Pers mahasiswa wajib menghargai dan melindungi hak nara sumber yang tidak mau disebut nama dan identitasnya.
7. Pers mahasiswa menghargai off the record terhadap korban kesusilaan dan atau pelaku kejahatan/tindak pidana dibawah umur.
8. Pers mahasiswa dengan jelas dan jujur menyebut sumber ketika menggunakan berita atau tulisan dari suatu penerbitan, repro gambar/ilustrasi, foto dan atau karya orang lain.
9. Pers mahasiswa senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan harus objektif serta proporsional dalam pemberitaan dan menghindari penafsiran/kesimpulan yang menyesatkan.
10. Pers mahasiswa tidak boleh menerima segala macam bentuk suap, menyiarkan atau mempublikasikan informasi serta tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi dan golongan.
11. Pers mahasiswa wajib memperhatikan dan menindak lanjuti protes, hak jawab, somasi, gugatan dan atau keberatan-keberatan lain dari informasi yang dipublikasikan berupa pernyataan tertulis atau ralat

NATAS!

UKPM (Unit Kegiatan Pers Mahasiswa)

“Lawan kata dari cinta bukanlah benci, tapi apatisme”
(bunda Teresa)

Perubahan-perubahan sosial masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh universitas akan selalu terjadi begitu cepat dan kadang tidak terduga sebelumnya. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang lebih baik tapi bisa juga malah membuat kaum tertindas dan juga mahasiswa menjadi korban kekuasaan dan birokrasi yang kebablasan. Maka dibutuhkannlah sebuah sikap kritis dari mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan untuk membuat keadaan menjadi adil dan membangun wacana publik yang bisa menyadarkan semua pihak tentang realita yang sedang terjadi sekitarnya. Untuk itu dibutuhkalah sebuah media yang jujur, adil, objektif, dan memiliki tata cara berkomunikasi yang santun. Maka hadirlah PERSMA NATAS yang berperan sebagai “anjing penjaga” (watch dog) dalam kampus Sanata Dharma.
Siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa. Dengan produk informasi yang akurat dan pemberitaan yang berulang-ulang, media pers dapat membangkitkan kesadaran, mencerdaskan pola berpikir, bahkan dapat membuat “telinga pembacanya menjadi panas”. Di sinilah arti penting lembaga pers agar informasi tidak dikuasai oleh seorang penguasa untuk memaksakan ambisinya.
Sebagai salah satu unit kegiatan kemahasiswaan di tingkat universitas UPKM NATAS hadir sebagai media penyaimbang dan pengawas yang independen di lingkungan kampus. UPKM NATAS memiliki jiwa dan semangat yang sama dengan visi dan misa universitas, yaitu memadukan nilai-nilai akademis dan nilai-nilai humanis sehingga kami memiliki visi sendiri sebagai dasar pengatur seluruh proses kerja kami yaitu menjadi wahana dan sarana kreatifitas mahasiswa menuju akademisi yang humanis.

Sejarah UPKM NATAS
Sejarah UPKM NATAS sampai sekarang belum terlacak dengan jelas. Secara historis UPKM NATAS didirikan pada tahun 1990 oleh sejumlah mahasiswa yang mempunyai minat dalam bidang jurnalistik. Ada saat dalam perjalanannya UPKM NATAS mengalami mati suri yang kemudian dibangkitkan lagi oleh mahasiswa dengan semangat semangat reformasi yang tidak rela melihat UPKM NATAS mati. Pada tahun 2004 unit kegiatan mahasiswa ini berganti nama dari UKM Penerbitan Kampus menjadi UPKM NATAS, dengan harapan roh jurnalis khas mahasiswa yang kritis, ilmiah, tajam menggigit hadir dalam mengiringi perjalanan kehidupan kampus USD. Sekarang UKPM NATAS sudah bergabung dengan Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI).

Keorganisasian
Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai demokrasi maka kedudukan tertinggi dalam organisasi kemahasiswaan ini adalah musyawarah besar yang diadakan tiap tahu satu kali. Setelah itu adalah pemimpin umum, wakil pemimpin umum, sekretaris, bendahara, dan devisi-devisi yang mempunyai tugas dan wewenang masing-masing.
Devisi-devisi yang terdapat dalam UKPM NATAS adalah:
Devisi Keredaksian
produk utama UPKM NATAS adalah majalah natas dan koran Natas hot news. Selain mencari berita, kru redaksi bertugas meramu data-data sekunder menjadi karya tulis jurnalistik yang valid dan terpercaya. Di bidang inilah kepekaan terhadap lingkungan sekitar dan ide brilian dalam menyamoaikan keganjilan atau ketimpangan realitas sangat diperlukan agar untuk kemudian dikomunikasikan kepada publik dalam bentuk tulisan-tulisan di majalah ataupun newsletter.

Devisi Perusahaan
Devisi perusahaan bekerja pada bidang pendistribusian dan pemasaran produk dari UKPM NATAS sendiri. Selain itu devisi ini juga bertugas untuk periklanan, dengan harapan ada tambahan dana untuk memproduksi majalah ataupun Natas Hot News.

Divisi Penelitian dan Pengambangan (litbang)
Divisi litbang mempunyai peran penting dalam setiap organisasi. Litbang bisa dianggap sebagai pengwas, atau bagai seorang dokter, tugas litbang adalah mengidentifikasi kekurangan-kekurangan atau penyakit yang ada dalam UKPM NATAS selanjutnya memberi diagnosis obat alternatif demi kesehatan/ kesembuhan organisasi, sehingga UKPM NATAS dapat bekerja dengan baik lagi. Melalui rapat rutin, diskusi dan nonton film diharapkan seluruh anggota dapat berkembang dan menjalankan tugasnya lebih baik. Selain itu litbang juga bertugas sebagai sebuah dinamisator dan mencari kader-kader baru dalam organisasi ini.

Program kegiatan dalam UKPM NATAS adalah sebagai berikut :
1. Penerbitan majalah NATAS setahun dua kali dan newsletter Natas Hot News (NHN) tiap dua bulan sekali. Sebagai wahana kreatifitas, NATAS diharapkan menjadi tempat mahasiswa bersikap ilmiah dan kritis. Dalam majalah isu-isu yang diangkat adalah yang bersifat keluar kampus atau global, sedangkan NHN lebih menyoroti persoalan yang berada di dalam kampus.
2. Pelatihan-pelatihan dan diskusi rutin. Kegiatan ini berguna sebagai tambahan wawasan atau pengetahuan baik untuk anggota natas sendiri maupun selain anggota natas. Misalnya pendidikan lanjut jurnalistik, diskusi tentang film, dll.
3. Untuk penerimaan angota baru maka diadakan seleksi masuk (wawancara) pendidikan dasar jurnalistik, dan magang dalam pembuatan NHN. Jangan kawatir, setiap anggota di UKPM NATAS adalah sebuah keluarga, sehingga apapun kesulitan yang dihadapi selalu ditangani bersama dan anggota yang lain yang lebih dahulu masuk akan selalu siap membantu.

Teman-teman mahasiswa Universitas Sanata Dharma, mungkin imajinasi kita akan terbang ke deretan kata-kata atau wartawan dengan segala tugasnya ketika mendengar kata ”pers” atau ”jurnalistik” atau mungkin teman-teman menganggap bahwa jurnalistik itu sulit dan menakutkan. Sebenarnya jurnalistik itu mengasikkan dan sebagai jurnalis kita mempunyai tugas mulia yaitu sebagai penyampai kebenaran dengan objektif dan jujur. Jangan takut dan cemas. Ketika hatimu tergerak untuk berpikir benar dan jujur, dan menyatakan mau bergabung dengan kami, kita sebagai keluarga akan sepenuhnya mendukung anda. Beranilah menjadi mahasiswa yang kritis namun santun. Buktikan cinta dengan menghilangkan apatisme dalam diri dan galilah kebenaran sedalam mungkin.

Jangan main-main dengan tulisan!
Salam PERSMA!
Spoiler for 1.Sexsomnia or Sleep Sex:


Sexsomnia adalah gangguan tidur yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan seksual saat mereka tidur.ini sangat berbeda dengan orang yang suka berjalan saat tidur (sleepwalking). Dalam beberapa kasus, penderita tidak menyadari perilaku mereka dan akan sadar dalam waktu yang lama setelah ada bantuan.

Orang-orang yang berjalan, berbicara atau makan saat tidur memang sering kita temui. tapi berhubungan seks selagi mimpi?seringkali dialami oleh kaum remaja. tapi, buat mereka yang belum menikah pun bisa mengalami hal ini. menurut dr handrawan nadesul, seks dalam tidur atau sexsomnia bisa dianggap sebagai kebiasaan yang tidak normal. sebab, pelaku seks semacam ini lebih sering berfantasi dengan sesuatu yang tidak nyata.”biasanya pria ataupun wanita single lebih banyak memuaskan hasrat seksualnya dengan masturbasi, nonton blue film, baca novel romantis, atau melihat foto-foto yang memperlihatkan lekuk tubuh wanita. tapi ketika cara tersebut tidak memuaskan, maka tidak sedikit dari mereka yang sering membawanya ke alam mimpi,” kata penulis buku dan pengasuh rubrik kesehatan di beberapa media ini.parahnya lagi, lanjut dr nadesul, mereka yang mengalami sexsomnia tidak semuanya bermimpi (seolah-olah) melakukan hubungan seks dengan pasangan lawan jenis. tetapi ada juga yang berfantasi dengan binatang atau puas “bermain” dengan celana dalam.

“jangan dikira hanya kaum pria saja yang mengalami sexsomnia. wanita pun sering mengalami fantasi seksual ini,” ujarnya.hanya pria atau wanita yang memiliki kepribadian tertutup, kurang bergaul, dan memiliki sifat pemalu bisa dengan mudah mengalami gangguan sexsomnia.”kalau remaja gaul mungkin tidak sampai mengalami gangguan sexsomnia. mereka bisa menyelesaikannya dengan cara berpacaran,” jelasnya.agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan di kemudian hari, dr nadesul pun menyarankan untuk para pelaku sexsomnia segera berkonsultasi ke dokter kejiwaan. hal ini penting, karena mereka akan terus terobsesi dengan kegiatan sexsomnia selama tidak ada penyaluran yang nyata.


Spoiler for 2.Narcolepsy:


Narkolepsi (narcolepsy) adalah gangguan tidur yang cukup umum diderita, namun seperti gangguan tidur lainnya ia juga amat jarang dikenali oleh masyarakat. Narkolepsi dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur dimana penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang waktu ia mengantuk. Rasa kantuk dapat dipuaskan setelah tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur.
Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad):
1 Rasa kantuk berlebihan (EDS)
2.Katapleksi (cataplexy)
3.Sleep paralysis
4.Hypnagogic/hypnopompic hallucination.

Narkolepsi merupakan gangguan yang penyebabnya masih belum diketahui secara pasti. Penelitian dengan menggunakan anjing-anjing narkoleptik masih terus dilakukan dan mulai menampakkan titik terang. Walau demikian, dengan perawatan yang tepat dan penuh disiplin, seorang penderita narkolepsi dapat hidup normal. Apalagi dengan disertai dukungan dari keluarga dan para sahabat yang siap menjaga keselamatan si penderita. Kecelakaan sering terjadi karena serangan lumpuh (paralysis) yang muncul tiba-tiba saat memasak, mengendara, menyetrika atau berendam.


Spoiler for 3.Somniloquy (Sleep Talking):


Mengigau, sleeptalking atau somniloquy merupakan vokalisasi saat tidur, bisa berupa kata-kata yang jelas atau bahkan sekedar gumaman. Kondisi ini bisa dipicu oleh keadaan emosional-psikologis, demam atau tidur yang terganggu.Biasanya berlangsung pada tahap tidur ringan, atau kadang kala pada tahap mimpi (REM sleep.) Jika terjadi dalam tahap tidur mimpi, biasanya terjadi bersesuaian dengan mimpi yang mengejutkan, seperti melihat pencuri atau melihat sebuah kecelakaan. Kata-kata yang keluar bisa berkaitan erat dengan mimpi atau bahkan berlainan sama sekali, misalkan dalam mimpi meneriakkan “maling!” tetapi kata yang keluar adalah “mama!“ Si pengigau tidak ingat apa yang dikatakan atau bahkan mimpinya sendiri.

Ada sebuah gangguan tidur yang bernama REM Sleep Behavior Disorder (RBD), dimana penderitanya seringkali bermimpi harus mempertahankan diri dari serangan sehingga dalam tidur bergerak memukul, menendang dan juga mengigau. Gangguan ini banyak diderita oleh pria lanjut usia, dan biasanya diikuti dengan penyakit-penyakit syaraf degeneratif seperti parkinson. Diduga kuat RBD dapat disebabkan oleh beberapa obat psikiatris.Diluar gangguan-gangguan tidur, mengigau sampai saat ini tidak dianggap sebagai suatu gangguan ataupun penyakit. Berkaitan dengan kepercayaan tradisional maupun supranatural, saya tidak berkompetensi untuk memberikan penjelasan.

Spoiler for 4.Kleine-Levin syndrome:


Sindrom Kleine-Levin (bahasa Inggris: Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS) adalah penyakit syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa mengontrol rasa kantuknya. Penderita bisa tertidur selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa berbulan-bulan, tergantung pada berapa lama penyakit itu muncul/kambuh.

Penderita bisa bangun hanya untuk makan atau pergi ke kamar mandi. Penderita bisa dibangunkan oleh orang lain, tetapi penderita selalu mengeluh merasa capek dan letih. Ketika penderita bangun penderita bertingkah seperti anak kecil karena sebagian memorinya ingatannya terhapus pada saat penderita tertidur, banyaknya ingatan yang terhapus tergantung dari seberapa lama penderita tidur. Dan penderita sensitif terhadap suara dan cahaya ketika bangun. Penyakit ini kambuh tanpa peringatan. Sebagian penelitian di Amerika Serikat mempercayai penyebab penyakit KLS adalah mutasi gen atau DNA yang dibawa oleh orang tua penderita. Tetapi penyebab pasti KLS masih belum diketahui.


Spoiler for 5.Sleep Apnea:


disebut juga OSAS(obstructive sleep apneu syndrom) adalah suatu kumpulan gejala berupa apneu (tidak bernapas) atau hipopnea (kurang bernapas) pada saat tidur. OSAS lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding anak-anak. Kebiasaan mendengkur dapat terjadi pada 7-9% anak pra sekolah dan usia sekolah. Kejadian tersering pada usia 3-6 tahun karena usia ini sering terjadinya pembesaran amandel. Konon, faktor keturunan punya andil dalam menyebabkan OSAS.

Berkurangnya oksigen ke otak secara kronis, tidur tidak nyenyak, dan darah yang menjadi asam akibat OSAS menimbulkan efek buruk pada tubuh,Rasa kantuk yang berlebihan. Perkembangan anak menjadi terlambat, penampilan di sekolah kurang baik. Anak menjadi hiperaktif dan agresif, serta menarik diri dari lingkungan sosial. Gangguan kognitif ringan sering terjadi.Anak gagal tumbuh disebabkan tidak mau makan, sulit menelan karena pembesaran adenoid (amandel yang letaknya di belakang rongga hidung) dan tonsil (amandel di belakang rongga mulut), peningkatan upaya untuk bernapas, dan kekurangan oksigen.OSAS dapat sebabkan gangguan paru berat,OSAS bisa menimbulkan masalah ngompol karena gangguan hormon yang mempengaruhi cairan tubuh. Sering mengalami gangguan pernapasan.

Anak menghirup cairan dari saluran napas atas menimbulkan kelainan di saluran napas bawah dan infeksi pernapasan. Anak dengan tonsil besar yang mengalami kesulitan menelan atau sering merasa tercekik lebih sering mengalami radang paru-paru.


Spoiler for 6.Non-24-hour sleep-wake syndrome:


Ini aneh (dan sangat langka) gangguan berupa tubuh seseorang tidak mengetahui siklus tidur selama 24 jam. Akibatnya.
Tubuh manusia bekerja dengan siklus 24 jam. Mekanisme alamiah ini dikenal dengan istilah ritme Circadian, yang menentukan berapa lama kita tidur dan kapan.pada penderita non-24-hour sleep-wake syndrome,tidak memeiliki mekanisme tersebut,sehingga tubuh mereka sulit mengontrol siklus tidur mereka.

jika terserang,biasanya penderita bisa sadar kembali setelah tidur selama 2 hari sampai 3 hari,dan kemudian normal kembali,tetapi Dalam banyak kasus ini bisa memakan waktu hingga satu minggu untuk badan untuk menyelesaikan satu siklus dari pola terganggu.kekacauan ini terjadi hampir secara eksklusif pada orang buta.


Spoiler for 7.Restless Legs Syndrome:


Restless Legs Syndrome biasanya berlaku dikalangan mereka yang dianggap normal. Mereka yang mempunyai Restlee legs syndrome tidak mampu duduk diam untuk waktu yang lama kerana mereka merasa perlu untuk menggaruk atau menggerakkan kaki mereka. Gangguan dirasai berlaku pada anggota kaki dan juga anggota tangan. Mereka yang mengidap gangguan Restless Legs Syndrome seringkali turut mengidap Masalah Pergerakan Anggota Berkala. Restless Legs Syndrome akan mengganggu pengidapnya menyebabkan mereka menghadapi masalah untuk tidur.

Dianggarkan lima hingga sepuluh peratus mengalami “Restless Legs Syndrome” pada satu ketika sepanjang hidup mereka. Restless Legs Syndrome adalah lebih kerap pada orang berumur tetapi juga didapati pada setiap peringkat umur bagi kedua-dua jantina. Sindrom Kaki Resah muncul dan menghilang tanpa sebab-sebab yang jelas, bagaimanapun kadang-kala Restless Legs Syndrome berkait dengan mereka yang mengandung.


Spoiler for 8.Bruxism:


bruxism adalah gigi gemeratuk sewaktu tidur.sindroma sendi rahang (temporomandibular jaw syndrome) sering jadi masalah besar karena memang tidak mudah dikontrol, dengan cara apa pun. Bukan hanya sampai pada masa kecil dan remaja kebiasaan merusak gigi sendiri itu akan selesai. Pada umurnya yang sudah hampir paruh baya, mulut suami Ibu Kar. masih doyan berisik kalau lagi tidur.Tidak ada obat penenang apa pun yang bisa mengerem kebiasaan yang berlangsung tanpa disadari. Si pengidap tidak sadar kalau tidurnya suka ribut sendiri begitu. Tetangga tidurnya yang tobat, tak cukup sekadar punya rasa cinta dan bertenggang rasa belaka.

Spoiler for 9.Night Terrors:


Night terrors yang berbeda dalam beberapa hal. Pertama, subjek tidak sepenuhnya sadar ketika roused, dan bahkan ketika upaya yang dibuat untuk membangunkan yang sedang tidur, ia dapat terus mengalami night terrors untuk sepuluh sampai dua puluh menit. Sering kali ini sangat berbahaya bagi orang, karena dapat menyebabkan trauma, dan bahkan seseorang terluka.


Spoiler for 10.Rapid eye movement behavior disorder:


In this disorder, a person loses paralysis which is normal for the Rapid Eye Movement period, causing their body to freely act out their dreams. These behaviours can be violent in nature and in some cases will result in injury to either the patient or their bed partner. RBD is a treatable condition. The standard therapy is the anti-convulsant drug clonazepam, and this is generally received very well. The reason for its effectiveness is unknown, but it restores the natural paralyzed state of a person in the REM stage of sleep.

nb

The Lesson
Translated from the Spanish
by Clark M. Zlotchew

After my graduation from high school I took a clerical job with a Buenos Aires insurance company. The job was extremely unpleasant and I found myself among some pretty annoying people with whom I had nothing in common, but as I was barely eighteen years old, I didn't much care.
It was a ten-storey building served by four elevators. Three of them were assigned to the personnel in general, without regard to rank or position. But the fourth elevator — which was carpeted in red and had three mirrors and special décor — was reserved for the exclusive use of the company president, the members of the Board of Directors and the general manager. This meant that only they could ride the red elevator, but this would not prevent them from using the other three.
I had never laid eyes either on the company president or the members of the Board of Directors. But, every once in a while, and always from a distance, I caught sight of the general manager, with whom, nevertheless, I had never exchanged a single word. He was a man of about fifty years of age, and had a "noble" and "lordly" bearing. I considered him to be a sort of cross between an old-time Argentine gentleman and a thoroughly incorruptible magistrate of some supreme court. His graying hair, his neatly-trimmed mustache, his conservative suits and his affable manners had made me — and I detested all my immediate bosses — feel some degree of fondness toward don Fernando. That is how they addressed him: don plus his given name and without the family name, a form of address somewhere between what might seem like familiarity and the veneration owed to a feudal lord.
The offices occupied by don Fernando and his retinue took up the entire fifth floor of the building. Our section was on the third floor, but, since I was the least important employee, they would send me from one floor to another to run errands. On the tenth floor there were only some ill-tempered old men and ugly women who always seemed to be enraged about something or other. Up there a kind of dossier was kept active in which, five minutes before leaving the premises, I had to — without fail — leave a bundle of papers containing summaries of all the tasks carried out in our section that day.

< 2 >
One evening — having already handed in those papers — I was on the tenth floor, ready to go home. I was waiting for the elevator. I was no longer in shirt sleeves, I had put on my jacket, my hair was combed, I had adjusted my necktie and looked in the mirror. I was clutching my leather attaché case.
Suddenly, don Fernando himself was standing beside me, looking as though he too was waiting for the elevator.
I greeted him with the utmost respect: "Good evening, don Fernando."
Don Fernando went beyond a simple greeting. He shook my hand and said, "I'm pleased to meet you, young man. I see that you concluded a fruitful day's labor and are now leaving the premises in search of your well-earned rest."
That attitude and those words — in which I thought I perceived a certain nuance of irony — made me nervous. I felt my face redden.
At that moment, one of the elevators assigned to the "commoners" arrived, and the door opened automatically, revealing a deserted interior. I held the door open by keeping my finger on the button, while saying to don Fernando, "After you, sir."
"No, no; by no means, young man," don Fernando replied with a smile. "You go first."
"No, sir, please. I couldn't. After you, please."
"Get in, young man," he sounded impatient. "Please."
This "please" was pronounced in such a peremptory manner that I had to take it as an order. I bowed slightly and entered the elevator. Don Fernando came in after me.
The doors slid shut.
"Are you going to the fifth floor, don Fernando?"
"To the ground floor. I'm going home just as you are. I believe that I too have a right to some rest, don't you think?"
I didn't know what to say. The presence of that captain of industry — and so close — made me extremely uncomfortable. I forced myself to bear up stoically under the silence that would last for nine floors until we'd come to the ground floor. I didn't have the nerve even to look at don Fernando; instead, I kept staring at my shoes.
"What section do you work in, young man?"
"In Production Management, sir." I had just noticed that don Fernando was quite a bit shorter than I.

< 3 >
"Aha," he stroked his chin with index finger and thumb, "your immediate boss is Mr. Biotti, if I'm not mistaken."
"Yes, sir. It is Mr. Biotti."
I detested Mr. Biotti, who I thought was a conceited imbecile, but I did not give this information to don Fernando.
"And didn't Mr. Biotti ever tell you that you ought to respect the chain of command within the company?"
"Wha, what, sir?"
"What is your name?"
"Roberto Kriskovich."
"Oh, a Polish name."
"No, sir, it's not Polish. It's a Croatian name."
We had finally landed on the ground floor. Don Fernando, who was next to the doors, stepped to one side to allow me to go out first.
"Please," he ordered.
"No, sir, please," I answered. I was extremely nervous. "After you."
Don Fernando gave me a look that seemed to bore a hole in me.
"Young man, please, I implore you, get out."
Intimidated, I obeyed.
"It's never too late to learn, young man," he said, as he stepped out into the street ahead of me. "Have a cup of coffee on me."
And so we went into the corner cafeteria, with don Fernando leading the way, me following behind. This is how I found myself face to face with the general manager with nothing but the table separating us.
"How long have you been working for the company?"
"I began last December, sir."
"In other words, it hasn't even been a year that you've worked here."
"It will be nine months next week, don Fernando."
"Well then: I've been with this firm for twenty seven years." He gave me another of those hard looks.
Since I felt he expected some reaction from me, I nodded my head, trying to show some kind of restrained admiration.
He slipped a small calculator out of his pocket.
"Twenty seven years, multiplied by twelve months, make a total of three hundred twenty four months. Three hundred twenty four months divided by nine months come out to thirty six. This means that I've been with the company thirty six times longer than you have. What's more, you are merely a common employee while I am the general manager. Lastly, you are only nineteen or twenty years of age, and I am fifty two. Isn't that so?"
"Yes, yes, of course."

< 4 >
"Besides, you're taking courses at the University, aren't you?"
"Yes, don Fernando, I'm majoring in Literature, with a specialization in Greek and Latin."
He made a face, as if he had been personally insulted. He said, "At any rate, let's see if you actually graduate. On the other hand, I have the doctorate in Economics, having graduated with extremely high grades."
I lowered my head to show humility.
He continued, "And, things being as they are, don't you think I deserve special consideration?"
"Yes, sir. Absolutely."
"Well then, how did you have the gall to get into the elevator ahead of me…? And, as if that show of audacity weren't enough, you got out before I did."
"Well, sir, I didn't want to be impertinent or stubborn. It's just that you were so insistent…"
"Whether I'm insistent or not is my business. But you should have realized that under no circumstances whatsoever should you get into the elevator before I do. Or get out before I do. Or, worse yet, contradict me. Why did you tell me that your family name is Croatian when I told you it was Polish?"
"But it really is a Croatian name; my parents were born in Split, Yugoslavia."
"I don't care where your parents were born or where they weren't born. If I say that your name is Polish, you cannot, and must not, contradict me."
"I apologize, sir. I'll never do it again."
"Very good. So your parents were born in Split, Yugoslavia?"
"No, sir. They were not born there."
"And where were they born?"
"In Krakow, Poland."
"How strange!" Don Fernando opened his arms, showing his amazement. "How can it be that you have a Croatian family name when your parents are Polish?"
"The fact is that, due to a family dispute with legal ramifications, all four of my grandparents emigrated from Yugoslavia to Poland. And my parents were born in Poland."
Don Fernando's face darkened with an enormous sadness.
"I am much older than you, and I believe I don't deserve to be made a fool of. Tell me, young man, how could you even think of weaving such a web of bald-faced lies? How could you even think that I could believe that hare-brained fairy tale? Didn't you tell me previously that your parents were born in Split?"

< 5 >
"Yes, sir, but since you told me that I shouldn't contradict you, I admitted that my parents were born in Krakow."
"Be that as it may, you have lied to me."
"Yes, sir, that's right: I've lied to you."
"Lying to your superior betrays an enormous lack of respect and furthermore, just like any false information, constitutes a danger to the welfare of the company."
"That is true, sir. I agree with everything you're saying."
"Well said, my boy, and I'm even inclined to see a modicum of value in you, now that I see you so docile and reasonable. But I want you to undergo one final test. We have had two cups of coffee. Who will pick up the tab?"
"I would be glad to do it."
"You have lied to me once again. You, who receive a very low salary, cannot be happy to pay for the general manager's coffee when you know the general manager makes more in one month than you will in two years. So, I'm asking you not to lie to me and to tell me the truth: Is it true that you like paying for my coffee?"
"No, don Fernando, the truth is that I don't like it."
"But, despite the fact that you don't like it, are you prepared to do it?"
"Yes, don Fernando, I'm prepared to do it."
"Well then, go ahead and do it! Pay and don't make me waste more time, for heaven's sake!"
I called the waiter over and paid for the two coffees. We went out into the street, don Fernando ahead of me. We found ourselves at the entrance to the subway.
"Very well, young man, I'm going to have to take my leave of you now. I sincerely hope you have internalized the lesson and that you will profit from it in the future."
He shook my hand and went down the stairs to the Florida subway station.
I've already said that I didn't like that job. Before the year was up, I took a less unpleasant job with another company. During the last two months I worked for that insurance company, I saw don Fernando a couple of times, but always from a distance, so I never again received any other lessons from him.
Someone To Care For

My friend Natalie can't see the point in you. She says that all you do is burp, fart, dribble, grin inanely and emit a series if unintelligible noises. Admittedly she hasn't seen you at your best, but I still think that's a little harsh.
The first time Natalie came to visit you were asleep on your back, gurgling little spit bubbles, a thin strand of drool running down your chin. Natalie just stared at you as if you were a creature from another planet. She made no secret of the fact that she wasn't impressed.
The second time she came to visit you crawled across the carpet towards her and vomited on her expensive new shoes. I tried to make light of it, explaining that it's mainly just liquid and wipes off easily, but she really did look quite appalled.
Natalie likes being a career woman, rushing between meetings in her power suit, clutching her Starbucks Coffee and her laptop. She's never wanted a husband or a baby, but if she could see you on a good day I'm sure she'd feel differently. If she could see the way you clap your hands and squeal with excitement when Scooby-Doo comes on the telly then she'd find you just as adorable as I do.
Instead she thinks you're smelly and have a strange shaped head. She looked revolted when I said you like putting your toes in your mouth, and finds it disturbing that you're always staring greedily at my breasts. It upsets her even more when you stare greedily at her breasts. I tried to explain that you're a man and that's what men do, but she wasn't having any of it.

If I'm honest, I think you could have made a bit more of an effort when Natalie first visited our house. I know it was the morning after Spongey's stag do, but I thought you could have at least lugged yourself into the bedroom instead of lying sprawled on the sofa in a curly wig, a pair of women's shoes and a t-shirt with a photo of Spongey's bare bottom on the front. If you'd had some trousers on it might not have been so bad. Natalie and I were comfortable enough perched on the wooden chairs, but it was quite distracting to have you snoring over our conversation, and I think Natalie was a bit uncomfortable when you started mumbling and fiddling with yourself.

< 2 >
When Natalie left, giving me a kiss on the cheek and a look of pity before rushing off for an appointment with her personal trainer, I removed your stilettos, covered you with a blanket and wiped the drool from your chin. Later, when you woke up screaming about a pain in your head which you assumed must be a brain haemorrhage, I gently explained that you had simply consumed an excessive amount of alcohol. I then sat by your side, holding your hand and stroking your forehead in a bid to reassure you. Three days later when you had recovered, I firmly reiterated this link between lager and suffering and said I hoped you had learnt your lesson. You looked ashamed, said you wouldn't do it again and then promptly went out and got wasted.

I'd secretly hoped that things would be better the next time Natalie came to visit. I thought she might like you better if you had your trousers on and were conscious. To be fair you didn't let me down on either of those counts, but if I'm going to be picky then I wish you'd been sober and hadn't vomited on her.
I assumed that when I told you she was coming for dinner you would come home from the pub before ten o'clock, but of course you bumped into Spongey down at the Queens Head and the two of you decided to celebrate the fact that you were wearing the same socks. I understand how important these things are to you, and I do appreciate the fact that you phoned me from the pub six times with a string of terrible excuses, but could you not have come for the Chicken Chasseur I had prepared? Instead you fell through the front door three hours late, addressed Natalie as Bob, crawled towards her on all fours and then chucked up all over her feet. It wiped off just as I said it would, but I don't think that made Natalie like you any better.
Once Natalie had left - which she did at great pace - I cleared up the mess and sat you down at the kitchen table. You clutched my fingers tightly and tried to put one of them in your mouth, mistaking it for the digestive biscuit I offered you. I should have been furious, but when you grinned stupidly at me, your mouth surrounded by biscuit crumbs, my heart softened and I forgave you. At the end of the day, however badly you behave, you're mine and I still love you.

< 3 >

I can understand why Nathalie thinks you're an idiot, but it's easy for her to judge. She already has everything she ever desired. I never wanted the impressive job title, the sports car or the big flashy house. All I ever really wanted was to be a mother. You might not be the most sophisticated man in the world, but you have a good heart and all the other necessary parts to help me fulfil that dream.
I know exactly why having a baby is so important to me: I want someone I can take care of. I find it incredible that another flailing, helpless human being could rely on me to look after them. Babies are so utterly incapable of looking after themselves, so dependent on others for their wellbeing. From their failure to control their bodily functions to their inability to use their tiny undeveloped brains, they are so completely useless without someone to care for them. I want to be needed like that.
Natalie says I don't need a baby to fulfil my dream. She says I'm already there.
I have no idea what she means. I just don't think these career women understand.