ABOUT GOD

Lagi iseng baca-baca blog dan sedikit ngantuk, tiba-tiba aku nemu tulisan tentang TUHAN yang aku dapat dari sini, ngantuk langsung ilang, karena tulisan tentang TUHAN ini sangat menarik ( menurutku ), yang ditulis oleh Soe Tjen Marching, seorang feminis kelahiran Surabaya, 23 April 1971 dan saat ini ia menjabat sebagai penasehat sekolah Mandala di Surabaya.

monggo disekecaaken :

TUHAN

Kalau Tuhan benar-benar ada, maka sudah seharusnya dia dimusnahkan,
kata seorang filsuf Rusia Mikhail Bakunin. Tuhan yang menyerang Jemaah
Ahmadiyah dan Tuhan yang saya pelajari di bangku sekolah membuat saya
mengamini Bakunin. Tuhan, yang harus ditulis dengan huruf besar
sebagai tanda keagungan-Nya. Tuhan yang lelaki, atau paling tidak yang
mempunyai kekuasaan patriarki, dan yang membuat mulut bocah saya
terbungkam ketika hendak melontarkan pertanyaan: “Mengapa perempuan
tidak bisa menjadi pastor?”

Namun, mengapa manusia mempercayai Tuhan yang seperti ini?
Ketercengangan, kebingungan dan keresahan manusia akan alam terkadang
menuntunnya untuk mencari Yang Maha Kuasa. Karena itulah, manusia
sempat menyembah gunung, matahari atau cahaya apa saja dari langit.
Karena bagi mereka, Tuhan tidak lain dan
tidak bukan adalah Yang paling ditakuti. Kepercayaan pada yang maha
kuasa memang sering didasarkan pada ke-egoisan.

Karena manusia ingin diselamatkan, diberkahi dan diberi rejeki yang
melimpah dari yang disembah, mereka bahkan mencoba menyogok Tuhan
dengan sesaji. Tidaklah heran bagi manusia seperti ini, Tuhan adalah
diktator yang selalu menuntut.
Tuhan yang pencemburu, yang begitu murka ketika manusia melupakanNya.
Keberadaan Tuhan seperti ini begitu tergantung pada manusia. Dengan
kata lain, dia serupa dengan manusia yang menyembahNya: sebuah
keberadaan yang menuntut dan tidak mandiri. Yang tak rela diduakan. Yang selalu
tergantung pada elu-eluan penyembahnya. Tuhan dengan krisis identitas.

Dan tidaklah heran, bila Tuhan semacam ini dapat ditemukan dalam sosok
pemerintah otoriter: pada Firaun Mesir yang mengaku sebagai utusan
Tuhan, dalam sosok Kaisar Jepang yang menjadi wakil Yang Maha Tinggi,
atau pada pemerintah Kerajaan Inggris kuno. Bahkan juga dalam pejabat tinggi
negara kita yang memaksa para warganya untuk menulis agama mereka. Dan dalam
keroyokan yang mengamuk, merusak dan
menyerang insan-insan yang tak mempercayai Tuhan tertentu.

Tuhan seperti ini menjadi simbol patriarki, yang melahirkan dualisme
tajam: Yang Kuasa dan pengikutNya. Namun, ambisi manusia untuk memuja
terkadang sama besarnya dengan ambisinya untuk dipuja. Karena itulah,
Tuhan dan pengikutnya seringkali menjadi cermin yang memantulkan
persona yang sama. Dan karena itu pula, si pengikut dapat berlaku
seperti Tuhan mereka: penghukum yang tak kenal
ampun. Bahkan lebih parah, karena dalam si pengikut, apa yang abstrak
dan menjadi metafor, dapat menjadi nyata dalam tindakan mereka. Apa
yang menjadi kata, tiba-tiba menjadi kekejaman yang mengakibatkan
tangis dan membawa mangsa.

Penggambaran Tuhan sebagai Yang Maha Tinggi, Yang Maha Esa, seakan
tidak lain adalah cara manusia untuk menjadi narsis. Karena gambaran
seperti inilah yang
memberi kesempatan manusia untuk memahkotai diri mereka sendiri dengan
gambaran yang begitu melambung dan dilambungkan.
Kemarahan para pengeroyok terkadang disebabkan oleh kekecewaan narsis
mereka. Ketika Tuhan mereka digambarkan berbeda, ketika kelompok lain
menawarkan interpretasi yang berlawanan dari ide mereka, ketika
manusia layaknya Musdah Mulia (yang membela LGBT) atau Ahmadiyah yang
mempunyai pandangan baru tentang Tuhan, ego pengeroyok inilah yang
telah tersakiti. Karena pada saat
itu, para narsis ini tiba-tiba menghadapi kenyataan bahwa harapan
mereka tak akan pernah sampai. Narsis yang tidak siap untuk merombak
keyakinan mereka atau
paling tidak mendengar keyakinan yang lain. Namun, narsis yang marah
karena kekecewaan. Karena Tuhan mereka tidaklah selalu benar, besar,
dan kekar.

Inilah salah satu alasan yang membuat atheis meninggalkan Tuhan. Bagi
banyak atheis, hanyalah dalam sains-lah kebenaran dapat diungkap.
Dengan bukti dan akal. Namun, sains sendiripun seringkali relatif dan
dapat disanggah: Teori Newton dipatahkan oleh Einstein yang menawarkan
teori relativitas. Teori Einstein ditentang lagi oleh Neils Bohr yang
menyatakan bahwa teori Einstein tidak cukup relative karena Einstein
luput mengindahkan karakter kuantum mekanik
yang tak pernah konstan, dan yang selalu terpengaruh oleh
subyektifitas sang peneliti. Neils Bohr-pun disanggah lagi oleh
Everett, dan seterusnya dan
seterusnya. Memang, dalam pencariannya akan kebenaran, manusia tak
pernah dapat menemukan jawaban akhir yang pasti.

Dan bukankah pencarian akan Tuhan dapat dibandingkan dengan pencarian
dalam sains? Karena keduanya menyiratkan pertanyaan-pertanyaan akan
keberadaan, kehidupan dan asal galaksi kita, dan asal kita sebagai
manusia.

Karena bila kita berani untuk mencari dan mencari lagi akan kebenaran,
kita akan ditarik pada labirin yang berlapis dan tiada habisnya. Dalam
pusaran-pusaran teori, tanya, jawab dan kebimbabangan, yang di
dalamnya selalu ada jurang begitu
dalam yang belum pernah kita lihat. Yang tak akan dapat kita kunjungi.
Namun, hal inilah yang terkadang membuat saya terus mencari dan mencari.

Pada suatu renungannya akan Tuhan, Einstein menyatakan bahwa ada suatu
keindahan yang tiada tara, yang tak pernah dapat kita mengerti.
Sesuatu yang membuat kita tersentuh dan beriman. Dan karena
ketidak-mengertian inilah, Einstein terus mencari.
Memang, ketidak sabaran akan jawaban yang serba cepat, keinginan untuk
mengambil jalan pintas dan ambisi akan kekuasaanlah yang dapat
menuntun manusia untuk
merumuskan Tuhan yang satu, yang kaku. Walaupun di dunia ini, terdapat
bermacam-macam Tuhan. Beberapa teks bahkan sempat menyebut lebih dari
200 tuhan dalam sejarah dunia.
Dan di dunia yang serba dinamik, yang terus bergerak dan menari dalam
segala getarannya, bagaimana Tuhan dapat menjadi begitu statik:
berhenti dan terpaku dalam suatu zona tempat dan waktu? Dalam sebuah
dogma yang membuahkan amarah? Tuhan yang dilahirkan oleh dogma adalah
Tuhan yang mati. Tuhan yang dapat dibunuh oleh para atheis. Tuhan yang
telah saya bunuh.

Karena seharusnya, pencarian akan Tuhan selalu membawa kita pada
ketidak-tahuan. Pada pertanyaan. Dan terkadang, kebingungan. Karena
itu, kita harus siap tidak
saja untuk menemukan keindahan yang tiada tara, namun juga kekecewaan..
Karena pencarian akan Tuhan adalah tidak lain dan tidak bukan
pencarian akan esensi kita, keberadaan kita. Esensi kita yang tak
terlihat namun ada. Esensi
yang begitu dekat, namun tak dapat dimengerti. Karena itulah Chuan Tzu
berkata: “Kita berkata ˜aku˜, namun tahukah kita siapa dan apa artinya
˜aku?”.

Dan segala kebingungan, segala tanya, di antara yang ada dan tanpa,
saya dapat berkata: Saya tidak percaya akan Tuhan. Namun saya percaya
akan tuhan. tuhan yang tak berkelamin, yang tak semena-mena, yang tak
maha tinggi dan yang tak maha Esa. Dalam tuhan yang seperti ini, saya
dapat bertakwa.

(**Soe Tjen Marching, penulis buku The Discrepancy between the Public
and the Private Selves of Indonesian Women diterbitkan oleh the Edwin
Mellen Press).

anarkisme2

Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa kalian harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak kalian, menjadi majikan kalian, merampok kalian, ataupun memaksa kalian. Itu berarti bahwa kalian harus bebas untuk melakukan apa yang kalian mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang kalian mau serta hidup didalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan.
Alexander Berkman

istilahbodoh

Istilah-istilah sesat pemerintah dan media massa, pemerintah dan sebagian besar media massa di Indonesia masih sering
menggunakan istilah-istilah menyesatkan yang menutupi kenyataan
sebenarnya. Istilah-istilah tersebut dibuat dan dikembangkan pada era
rezim Orde Baru. Tujuannya jelas, untuk menutupi kenyataan demi
kelangsungan dan kestabilan kekuasaan rezim. Istilah-istilah yang dimaksud antara lain
adalah:
Ditangkap, ditahan menjadi diamankan
Rusuh menjadi anarkis
Aparatur represif negara (polisi dan tentara) menjadi aparat keamanan
Kalaparan menjadi rawan pangan
Ditembak menjadi tertembak
Kesalahan institusi menjadi kesalahan oknum
Penggusuran, pembubaran menjadi penertiban
Penjara menjadi lembaga pemasyarakatan
Pinjaman (utang) menjadi bantuan
Reclaim tanah menjadi penjarahan tanah
Pengambilalihan penguasaan tanah menjadi pembebasan tanah
Ya memang kita harus lebih berhati-hati saat kita baca, nonton atau mendengar berita dari media-media massa, karena tentunya mereka berada di bawah kontrol penguasa dan pengusaha. Mungkin kalian menemukan istilah-istilah sesat lainnya ???

homicide, barisan nisan

matahari terlalu pagi
mengkhianati
pena terlalu cepat
terbakar
kemungkinan terbesar
sekarang adalah memperbesar kemungkinan
pada ruang
ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang
yang kami temui tak menemukan lagi satu pun
sudut kemungkinan
untuk berkata “tidak mungkin”
tanpa darah mereka
mengering
sebelum mata pena
berkarat menolak kembali terisi
sebelum semua paru
disesaki tragedi
dan pengulangan
menemukan maknanya sendiri
dalam pasar dan
semerbak deodorant
atau mungkin dalam
limbah dan kotoran
atau mungkin dalam
seragam sederetan nisan
atau mungkin dalam
pembebasan ala monitor 14 inci
yang menawarkan
hasrat pembangkangan ala Levi’s dan Nokia
atau dalam 666
halaman hikayat para bigot dan despot
yang menari ketika
jelaga zarkot berangsur menjadi kepulan hitam
berselubung Michael
Jordan di pojokan pabrik-pabrik ma’lun para
produsen kerak neraka
berlapis statistik
pembenaran teatrikal
super-mall
opera sabun panitia
penyusun undang-undang pemilu
yang mencoba
membanyol tentang kekonyolan demokrasi
yang rapi berdasi
bertopeng mutilasi
pembebasan dengan sekarung argumen basi
tentang bagaimana
menyamankan posisi pembiasaan diri di hadapan seonggok tinja
para sosok pembaharu
dunia bernama PASAR BEBAS
dan perdagangan yang
adil
untuk kemudian
memperlakukan hidup seperti AKABRI
dan dikebiri matahari
terlalu pagi
mengkhianati
dan heroisme berganti
nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi
menjenguk setiap
pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga
bernama Arjuna dan
Manusia Laba-laba
pahlawan dari Cobain
hingga Visius
dari berhala hingga
anonymous bernama Burung Garuda Pancasila
yang menampakkan diri
pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang
pada poros yang
sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Fir’aun berkhakis
yang muncul 24 jam
matahari dan gulita bertukar posisi di setiap pojokan
bahkan di kakus umum
dan selokan
mencari target
konsumen dan homogenisasi kelayakan
maka setiap angka
menjadi maka dan maka
ketika kita disuguhi
setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK
untuk menjaga
stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku
Panton sebagai panduan kebenaran
sejak hitam dan putih
hanya berlaku di hadapan mata setiap salafis
menolak terasuki
setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon
bubungan Big Mac dan
es krim corn yang berseru,
“Beli! Beli! Beli!
Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para
anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!”
oh… betapa menariknya
dunia yang sudah pasti
menjamin semua nyawa
dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi
dengan janji pahala
bertubi
dengan janji
akumulasi nilai lebih, bursa saham
dan dengan
semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala
ketika periode
berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi
dan kekuatan hanya
berlaku paska konsumsi cairan suplemen, tonik dan para biggot bertemu kawanan
dan cinta hanya akan
berlabuh setelah melewati sederatan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau,
hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru
dan merah
dan putih
oh… betapa indahnya
dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA
sehingga pion-pion
negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional
menemukan pembenaran
evolusi mereka dengan berpetakan saluran-saluran pencerahan
para rock-stars yang
lelah berkeluh-kesah
kala peluh mengering
kasat di hadapan pasang diri lalat dalam pasar
dan kilauan refleksi
etalase dan display berhala-hala
berskala lebih taghut
dari ampas neraka
diantara robekan
surat rekomendasi negara donor
perancang
undang-undang dan pakta-pakta anti-teror
para arsitek bahasa
penaklukan para pengagung kebebasan
kebebasan yang hanya
berlaku di hadapan layar sinetron, kemajemukan ponsel
demokrasi kotak suara
dan pluralisme gedung rubuh
oh betapa agungnya
dunia di hadapan barisan nisan yang dikebiri matahari
dan terlalu pagi
mengkhianati
maka jangan izinkan
aku untuk mati terlalu dini
wahai rotasi CD dan
seperangkat boombox ringkih
jangan izinkan aku
mendisiplinkan diri ke dalam barisan
wahai bentangan
seluloid dan narasi
dan demi perpanjangan
tangan remah di mulutmu anakku
jangan izinkan aku
terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini
demi setiap huruf
pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku!
Jangan sedetik pun
izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus
lelap tertidur tanpa
satu mata membuka tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa
tanpa di lengan
kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan
bintang dan sabit
palu dan arit
bumi dan langit
lautan dan parit
dan sayap dan rakit
sehingga seluruh
paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar
memperbesar setiap
kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan
sehingga setiap orang
yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan
untuk berkata, “tidak
mungkin”
tanpa darah mereka
mengering
sebelum mata pena
berkarat dan menolak kembali terisi
matahari tak mungkin
lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati.
…..

sepuluh tanda anak bergisi baik

Sepuluh tanda umum anak bergizi baik itu adalah
(1)bertambah umur, bertambah berat, bertambah tinggi. (sudah)
(2)postur tubuh tegap dan otot padat, (???)
(3)rambut berkilau dan kuat, (uwis)
(4)kulit dan kuku bersih dan tidak pucat, (sipp)
(5)wajah ceria, mata bening, dan bibir segar, (wajahku ngantuk,,,)
(6)gigi bersih dan gusi merah muda, (waduh ono sing bosok je..)
(7)nafsu makan baik dan buang air teratur, (nafsumakan besar...heheh)
(8)bergerak aktif dan berbicara lancar sesuai umur, (sipp)
(9)penuh perhatian dan bereaksi aktif, dan (iyo)
(10)tidur nyenyak. (poolll..)

jadi menurut itung-itungan gisiku sudah baik lah...

apakah gisimu sudah baik?

imagine (lagu untuk israel dan palestina)

Imagine there's no heaven, it's easy if you try
No hell below us, above us on - ly sky
Imagine all the people living for today...ahh
Imagine no more countries, it isn't hard to do
Nothing to kill or die for, and no religion too
Imagine all the people living life in peace...you-hoo...

CHORUS: You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will be as one

Imagine no possessions, I wonder if you can
No need for greed or hunger, a brotherhood of man
Imagine all the people sharing all the world

john lennon

kapan lagu itu jadi kenyataan?

iseng2 nyatet kotbahnya romo

Kemanakah kita arahkan hidup kita? Tertuju ke kehidupan surgawi, atau duniawi? Orang-orang saduki memiliki satu masalah besar, yakni mereka tidaak dapat memahami surga melampaui apa yang dapat mereka lihat dengan mata telanjang! Bukankah kita juga sama seperti mereka? Kita tidak mengenal realitas spiritual sebab kita menggambarkan surga sebagaimana kit menggambarkan dunia.
Kitab suci membuktikan bahwa ketika Allah menampakkan kehadiranNya kepada musa di semak bernyala, Allah mengatakan kepada musa bahwa Dia adalah Allah Aabraham, alah Iskhak, dan Yakub. Dengan pernyataan itu, Allah menunjukkan bahwa para bapa bangsa telah meninggal ribuan tahun lalu masih hidup di dalam Allah. Allah adalah Allah orang hidup.
Bukti yang paling autentik adalah kebangkitan Yesus dar kubur. Sebelum Yesus membangkitkan Lasaruz dari mati Dia berseru. ’Akulah kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepadaku ia akan hidup dan peraya padaku ia akan hidup walaupun ia sudah mati.dan setiap orang yang hidup yang percaya padaku tidakakan mati selama-lamanya. Percayalah engkau akan hal ini? Yesus mengajukan pertanyaan yang sama kepada kita. Apakah kita percaya pada kebangkitan? Apakah kita sekarang sungguh-sungguh hidup dalm kegembiraan

menungsa

Menungsa kuwi ngenteni mati
Menugsa kuwi nggendong lali

relung teroka

Gurun hati semakin sunyi
Ikan tawes seakan memaki atau memuji
Cethul berlari, dalam naungan Ilahi, tanpa menggurui
Tapi aku tetap terpaku, belajar dari cethul

Gurun hati tetap sunyi
Kinjeng abang, kinjeng ijo, kinjeng dom
Matanya melek awasi hati
Hatiku yang sedang hati-hati
Mencari kepastian, dalam tarian saman ketidakpastian

Gurun hati masih sunyi
Kambing mengejek
Mengejek si bodoh
Yang sedang mencari jalan, dengan mata tertutup

Gurun hati dalam sunyi
Kodok melotot, memarahi aku
Sebentar sebentar ia tertawa...mulutnya semakin lebar
Karena aku? Karena kamu? Atau mereka?

Alter ego mengumpat... bodoh...
Tak ada yang memaki, tidak ada yang mengejek...
Tiada yang memarahi, bahkan menggurui..
Semua hanya memahami
Memuji...menari...dan bernyanyi....
Untuk Guru Ilahi....

Gurun hati masih sunyi....Sunyi?

Sasana krida jatijejer, ’07
Medio januari

iseng-iseng nulis tentang anoman

Hei perkenalkan, namaku Anoman. Semua orang yang mengaku jawa asli pasti pasti mengenalku. Memang aku adalah salah satu tokoh wayang yang terkenal dalam kisah ramayana. Wujudku kera. Ya! Aku adalah kera! Asli kera! Tapi kamu boleh terkejut melihat buluku yang putih ini. Aku sendiri tidak menyangka mempunyai bulu yang berbeda dari golonganku. Huh...aku sempat protes pada sang Hyang Widi mengapa aku dilahirkan dengan keadaan seperti ini. Mengapa aku dilahirkan dalam rupa ker, mengapa aku dilahirkan dengan bulu yang berbeda dan aneh. Suatu kali aku pernah bertanya pada dewi Anjani yang notabene adalah ibuku, tentu saja beliau juga berwujud kera. Sebenarnya beliau adalah seorang manusia, tapi beliau dikutuk oleh Batara Guru menjadi seekor kera karena hasratnya untuk memiliki sebuah pusaka sakti. Aku bertanya pada ibuku, mengapa aku dilahirkan sebagai seekor kera. Jawabnya : ”Anakku, kera adalah titah yang merindukan kesempurnaan manusia. Kera paling dekat pada bentuk seorang manusia, bahkan nyaris! Janganlah kau anggap itu semuanya sebagai ketidakadilan dari dewata, tetapi sebagai kerinduan akan kesempurnaan. Anakku, berbahagialah kamu, karena kerinduan itulah yang menciptakan kerendahan hati dan harapan. Lebih baik tidak sempurna tapi merindukan kesempurnaan daripada menggunakan kesempurnaan itu untuk dosa. Dan bulumu yang putih adalah lambang kesucian dan keolosanmu anakku.
Sebenarnya waktu itu aku merasa sendirian. Tak ada kera yang mau berteman denganku karena aku ’berbeda’ tapi lama-lama aku sadar bahwa kesunyian dan kesendirian bukan berarti kesepian. Aku memang sendirian, tapi aku tidak kesepian! Kata ibuku, waktu memunyai 4 saudara yaitu ari, darah, ketuban, dan pusarku. Mereka berpencarke utara, timur, barat, dan selatan di bumi ini. hingga akhir hayat aku akan mencari mereka.

prolog

Aneh... aku merasa tertantang untuk lengang.
Batas itu semakin nyata, hingga mataku selalu tertutup.
Pernah suatu masa aku terkagum akan balung, terpana dalam fana, terpikat oleh lekat, pekat, sekat... berat! Berat tanpa giat, dan sarat akan potret.
Terpuruk dalam dekadensi dunia.
Moral itu semakin tak terselami, tak terselamat-kan. Di sepanjang panggang ini aku gamang! Dasar jalang, aku tak pernah berharap.
Berharap padamu, -Mu, Mu?
Rajutan sarat makna itu kembali menempel di peluh, jaring, taring...garing. tanpa takut gelap akan selalu kelam. Kelammu membuatku sadar akan terangku.
Memang jelang rembulan malu, aku selalu haru, biru, tau! Tau akan galau yang selalu menjadi kantuk dalam hari yang tertapak dan tertata dalam dimensi gesang...gesang yangkersang dan gersang?
Tak terlammpau oleh waktu, sejatinya gersang itu untuk dicintai dan mencintai. Terkadang semu menjadi takluk akan bayu.
Bayu dalam ungu yang ada di dalam matamu, otakmu, hatimu!
Sang balur akhirnya telah menjadi belur. Belurpun menjadi galur. Bertabur bubur dalam hancur..lebur.
lelah aku melihat tangis, tanpa harus mengemis.
Gerimis penghapus garis pun telah berlalu meninggalkan jejak tangis-tangis lalu berbaris, meringis, bukankah ini tragis?
Perasaan apriori terkungkung dalam kerangka subuh...hingga jauh, terjatuh! Tanpa sauh aku mengakar dalam bantala. Mengakar. Mengakar. Tanpa tahu arah pucuk batangku, pucuk daunku. Dewi, tuntun aku di gayung tanganmu.
Tak terasa kelu itu telah tertutup oleh layu. Layu dalam sapuan waktu, bayu, haru! Haru memang.
Tak pernah terpikirkan, ziarahku sampai ke dimensi ini.
Terbang dengan terang.
Berapapun lamanya, Sang Ada akan selalu menuntunku.
Tanpa malu, terangkai ayu. Haruskah semua layu?
Pernahkahkah kau berpikir? Ya! Aku bertanya kepadamu! Ayo jawab!